Oleh: Zulfikar Tamher
Sebagai manusia, Kita mempunyai tugas dan kewajiban di Dunia ini, terlebih jika statusnya lebih spesifik lagi. Dalam hal ini, Kita akan membicarakan perihal kewajiban ketika Kita telah menjadi orangtua, khususnya seorang laki-laki yang menjadi ayah. Karena tak sedikit para Ayah yang melupakan tugas atau kewajiban utamanya terhadap keluarganya.
Mungkin ketika berbicara masalah kewajiban seorang Ayah, hal yang pertamakali terlintas di pikiran adalah mencari nafkah. Memang benar, tapi itu bukanlah kewajiban satu-satunya. Bahkan ada yang lebih penting daripada itu (namun bukan berarti mencari nafkah itu tidak penting). Yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran Surat At-Tahrim (surat ke 66) ayat 6. Disana tertulis dengan jelas ada perintah untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka. Dan inilah tugas yang sering kali terlupakan atau terabaikan karena hanya fokus kepada mencari nafkah.
Mencari nafkah memang penting, namun yang perlu diingat disini adalah masih ada kewajiban lain yang juga tak bisa diabaikan. Sama halnya dengan ibadah yang dilakukan langsung kepada Allah, bukan hanya shalat, masih ada shaum di Bulan Ramadhan, Zakat, dll yang tak bisa diabaikan. Sehingga akan menjadi keliru jika seseorang hanya menjalankan satu kewajiban saja sambil mengabaikan kewajiban yang lainnya.
Kembali ke masalah kewajiban seorang ayah tentang memelihara diri dan keluarga dari api neraka, bisa dibayangkan sendiri, memelihara diri saja sangat sulit karena tak pernah ada jaminan bahwa Kita sendiri bisa terbebas dari api neraka. Kita tak pernah tahu amalan apa saja dari diri Kita yang sudah dilakukan yang kemudian diterima oleh Allah. Apalagi jika harus menjaga keluarga seperti istri dan anak-anak supaya terbebas dari panasnya api neraka. Tentunya ini bukanlah hal yang bisa disepelekan. Dan sangat tidak mungkin kewajiban tersebut akan terlaksana jika Kita hanya fokus mencari materi diluar.
Dewasa ini, berapa banyak anak yang kehilangan sosok ayah padahal Ia bukanlah seorang yatim? Berapa banyak pula wanita yang kehilangan sosok suami padahal Ia bukanlah seorang janda?
Mungkin diantara Kita ada yang pernah mengetahui atau bahkan mengalaminya sendiri, ada seorang Ayah yang bekerja sebagai pelaut dan Ia memiliki anak yang masih kecil. Sebagai seorang pelaut, tentu sangat jarang sekali Ia pulang ke rumah. Sampai-sampai suatu saat ketika Ia pulang, Ia tak dikenali oleh anaknya sendiri, sangat miris. Akhirnya Ia berhenti menjadi pelaut dan mencoba mencari pekerjaan lain. Namun itu belum sepenuhnya juga mengubah keadaan. Anak-anaknya memang telah mengenali sosok ayahnya, namun tetap jarang bertemu dan berbicara dengannya padahal tinggal di dalam rumah yang sama. Kenapa? Karena Ayahnya pergi bekerja sebelum anak-anaknya bangun dan pulang setelah anak-anaknya tidur.
Kisah ini bukan untuk menyudutkan profesi tertentu, tapi ini benar-benar dialami oleh Ayahku sendiri, dan mungkin ada juga yang mengalami hal serupa meski dengan profesi yang berbeda.
Karenanya, tulisan ini sebenarnya hanyalah pengingat untuk diri yang kini juga telah menjadi seorang Ayah. Yang sekaligus mungkin bisa juga menjadi pengingat bagi para Ayah yang lainnya di luar sana.
Ingatlah wahai para Ayah...
Keluargamu bukan hanya butuh materi, tapi juga kehadiran sosokmu dengan memberikan sejumlah perhatian kepada mereka. Keluargamu pun perlu kau bina langsung dengan pemahaman Agama supaya bisa menjadi keluarga yang bertakwa kepada Allah.
Keluargamu bukan hanya butuh materi, tapi juga kehadiran sosokmu dengan memberikan sejumlah perhatian kepada mereka. Keluargamu pun perlu kau bina langsung dengan pemahaman Agama supaya bisa menjadi keluarga yang bertakwa kepada Allah.
Dan kemudian kalau bisa, jawablah pertanyaan-pertanyaan ini...
Tahukah kapan kau lihat pertamakali anakmu bisa berjalan?
Kata apa yang pertama kali keluar dari lisan anakmu saat ia pertama kali bisa berbicara?
Kapan pertama kali anakmu menirukan gerakan shalatmu?
Kapan pertama kali kau dengar bacan surat Al-Fatihah nya?
Atau justru Ia hafal surat pembuka itu dari guru ngajinya?
Siapa yang lebih dulu tahu bahwa anakmu telah bisa mengumandangkan adzan? Kau atau guru ngajinya?
Tidakkah kau tahu siapa saja teman-teman dekat anakmu yang sering main kerumah?
Yang terakhir, apa yang sedang anakmu inginkan saat ini?
Tahukah kapan kau lihat pertamakali anakmu bisa berjalan?
Kata apa yang pertama kali keluar dari lisan anakmu saat ia pertama kali bisa berbicara?
Kapan pertama kali anakmu menirukan gerakan shalatmu?
Kapan pertama kali kau dengar bacan surat Al-Fatihah nya?
Atau justru Ia hafal surat pembuka itu dari guru ngajinya?
Siapa yang lebih dulu tahu bahwa anakmu telah bisa mengumandangkan adzan? Kau atau guru ngajinya?
Tidakkah kau tahu siapa saja teman-teman dekat anakmu yang sering main kerumah?
Yang terakhir, apa yang sedang anakmu inginkan saat ini?
Sebenarnya banyak pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh para Ayah. Namun, dari pertanyaan-pertanyaan tadi saja bisakah kau jawab? Jika bisa, maka bersyukurlah. Namun jika tidak, renungkanlah wahai para Ayah, kurangilah waktumu di luar dan tambah waktumu bersama keluarga di Rumah sebelum terlambat.
No comments:
Post a Comment