Oleh: Zulfikar Tamher
Belakangan ini istilah 'Hijrah' mulai populer ditengah-tengah masyarakat. Menyusul kepopuleran istilah 'Hijab', dimana keduanya ternyata mengalami penyempitan makna yang mengakibatkan penyelewengan makna bahkan amal. Karena sebuah istilah, khususnya istilah-istilah yang kaitannya erat dengan Islam selalu memiliki dua makna, yaitu makna secara bahasa, dan makna syar'i nya.
Adapun yang digunakan umat islam dalam beramal haruslah makna syar'i nya. Contoh sederhananya adalah shalat. Secara bahasa shalat berarti doa, sedangkan makna syar'i nya shalat adalah sebuah rangkaian ibadah yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Maka sangat jelas, seorang muslim bisa dikatakan sudah melaksanakan shalat jika sudah mengamalkan istilah shalat sebagaimana makna syar'i nya, bukan makna secara bahasa. Karena akan menjadi kesalahan besar jika melaksanakan shalat hanya dengan mengamalkan makna secara bahasa saja, maksudnya akan salah jika seorang muslim mengaku sudah melaksanakan shalat padahal yang dilakukannya hanya berdoa, tidak melaksanakan shalat sebagaimana orang-orang shalat dengan melakukan gerakan-gerakan tertentu.
Begitupun dengan hijrah yang memiliki dua makna. Secara bahasa, hijrah berarti berpindah (dari satu tempat ke tempat lain, atau dari satu kondisi ke kondisi lain). Namun secara syar'i hijrah berarti berpindah dari darul kufur kepada darul islam.
Maka tidak bisa seseorang mengatakan Ia telah berhijrah hanya karena pindahan ke kota lain atau bahkan ke luar negeri sekalipun. Karena jika hanya pindahan, Kata migrasi lebih cocok dan pas ketimbang hijrah. Entah itu transmigrasi, imigrasi, atau emigrasi.
Maka tidak bisa seseorang mengatakan Ia telah berhijrah hanya karena pindahan ke kota lain atau bahkan ke luar negeri sekalipun. Karena jika hanya pindahan, Kata migrasi lebih cocok dan pas ketimbang hijrah. Entah itu transmigrasi, imigrasi, atau emigrasi.
Begitupun jika misalnya seorang muslimah baru mulai memakai kerudung tapi masih mengabaikan perintah Allah yang lainnya, masih tidak mengenakan jilbab, tidak menjaga pandangan dan masih bercampur baur dengan yang bukan mahramnya, maka belum bisa dikatakan bahwa Ia sudah berhijrah karena belum totalitas dalam melaksanakan aturan Islam.
Hijrah haruslah totalitas, karena hijrah bukan sekedar pindah, tapi benar-benar konsisten untuk mengikuti aturan Islam secara kaffah, menyeluruh. Menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dalam segala aspek, tidak hanya dalam ritual ibadah saja. Ketika melaksanakan jual-beli, hutang-piutang, waris, hingga menerapkan sebuah hukum haruslah mengambil Al-Quran dan As-Sunnah sebagai panduannya. Tidak membuat aturan sendiri. Sebagaimana hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dari mekah ke yatsrib (yang sekarang kita kenal dengan Madinah). Bukan hanya sekedar pindah tempat, tapi juga mengubah tatanan hidup, dari masyarakat jahiliyah kepada masyarakat Islam.
Jadi, sudah siapkah kita berhijrah yang sesungguhnya?
Siapkah untuk mengikuti syariat islam secara menyeluruh?
Siapkah untuk menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dalam segala aspek?
Siapkah untuk mengikuti syariat islam secara menyeluruh?
Siapkah untuk menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dalam segala aspek?
Manteeeep! Lanjutkan...
ReplyDeleteManteeeep! Lanjutkan...
ReplyDelete